Apakah Kesejahteraan Monyet Dalam Pertunjukan Topeng Mengkhawatirkan?

waktu baca 3 menit
topeng monyet cukup terkenal di Indonesia. Foto: tangkap layar YouTube

Sulawesitoday – Setelah membongkar tirai pertunjukan topeng monyet yang menghibur, terungkaplah misteri kelam yang menyelimuti kehidupan monyet-monyet ini. Di balik seringai imut dan gerakan lucu mereka, terdapat sebuah dunia yang penuh penderitaan dan tekanan yang tak terlihat. Kabar ini mencuat dari penelitian seorang ilmuwan dari Universitas Glasgow, yang dengan penuh tekad mengungkapkan kehidupan monyet-monyet dalam pertunjukan ini.

Pertunjukan topeng monyet, yang juga dikenal sebagai ‘monyet menari,’ telah menjadi bagian dari budaya Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Pakistan. Namun, ironisnya, kegembiraan yang kita rasakan sebagai penonton sejatinya bertentangan dengan ketidakbahagiaan yang dirasakan oleh para monyet ini. Mereka, yang sejak kecil dipisahkan dari induk dan dilatih dengan trik-trik menggemaskan, ternyata hidup dalam kondisi stres yang tinggi.

Para peneliti mengungkapkan bahwa monyet-monyet ini, seperti yang kita tahu, dipisahkan dari induknya sejak kecil dan dilatih untuk berbagai atraksi. Namun, mungkin jarang yang menyadari bahwa kondisi ini sama buruknya, jika tidak lebih, di Pakistan. Monyet resus, jenis monyet yang digunakan di sana, dipaksa untuk tampil dengan cara yang serupa seperti di Indonesia. Mereka diambil dari alam liar, dirantai supaya tidak bisa kabur, dan diajari gerakan-gerakan yang dianggap menggemaskan.

Hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Applied Animal Behavior Science pada Desember 2023 lalu, menunjukkan bahwa kadar hormon stres atau kortisol pada monyet-monyet ini 55 persen lebih tinggi dibandingkan dengan monyet resus yang hidup bebas di cagar alam. Ini adalah pandangan kedua yang mengungkapkan penderitaan yang sebenarnya dari monyet-monyet ini.

Namun, tidak hanya tingkat stres yang menjadi sorotan. Para peneliti juga menemukan bahwa konsentrasi testosteron pada monyet-monyet jantan yang tampil dalam pertunjukan ini 55 persen lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya kondisi fisik yang terpengaruh, tetapi juga aspek psikologis dari kehidupan monyet-monyet ini.

Ketidakbahagiaan monyet-monyet ini juga menjadi sorotan dalam konteks kesejahteraan manusia. Pawang-pawang yang terlibat dalam pertunjukan ini dihadapkan pada dilema sulit. Mereka sadar bahwa kehidupan monyet-monyet ini jauh dari layak, namun kebutuhan hidup membuat mereka terjebak dalam skema piramida yang tidak adil. Mereka harus membayar sebagian dari pendapatannya kepada pemimpin kelompok, sementara juga berisiko kehilangan profesi dan tempat tinggal.

Namun, apakah ada solusi? Sebuah pendekatan alternatif diusulkan oleh peneliti, dengan memberikan opsi berkelanjutan kepada pawang monyet agar tidak lagi tergantung pada profesi yang menyiksa ini. Upaya serupa berhasil menyelesaikan masalah serupa dalam profesi beruang menari di India. Dengan memberikan alternatif pekerjaan, melatih keterampilan baru, dan menyekolahkan anak-anak mereka, kita dapat merombak siklus gelap ini untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi pawang monyet dan, tentu saja, bagi para penonton yang tanpa sadar menyaksikan penderitaan yang tersembunyi di balik topeng monyet yang menghibur.

 

Baca juga:Daftar Nama Hewan dari Huruf “I”: Menjelajahi Keanekaragaman Fauna Dunia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *