Pakar: Manado dan Minahasa Selatan Berisiko Tinggi Alami Likuifaksi

waktu baca 2 menit
Foto: Kota Manado dan beberapa daerah di Sulawesi Utara, khususnya kawasan pantai di Minahasa Selatan, berpotensi mengalami likuifaksi serupa dengan kejadian di Palu tahun 2018, menurut Drs Agus S Budiarto MSc, seorang akademisi dan pakar geospasial. Dalam diskusi publik di JG Center, Minahasa Utara, pada 3 Juni 2024, Agus menjelaskan bahwa peta dari BNPB menunjukkan daerah-daerah ini berada di zona rawan likuifaksi akibat aktivitas tektonik di Cincin Pasifik, yang dapat merusak struktur tanah dan bangunan di pinggir pantai. Ia mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi bencana ini. (Aswadin/tangkap layar facebook)
Home > Berita Pilihan > Pakar: Manado dan Minahasa Selatan Berisiko Tinggi Alami Likuifaksi

Pakar: Manado dan Minahasa Selatan Berisiko Tinggi Alami Likuifaksi

Potensi Likuifaksi di Pantai-Pantai Sulawesi Utara

Sulawesitoday – Akademisi dan Pakar Geospasial Drs Agus S Budiarto MSc menyatakan bahwa Kota Manado dan daerah pantai di Minahasa Selatan berpotensi tinggi mengalami likuifaksi seperti yang terjadi di Palu pada tahun 2018.

Pernyataan ini disampaikan dalam diskusi publik di JG Center, Minahasa Utara, pada 3 Juni 2024.

Analisis Peta BNPB

Menurut Agus, peta dari BNPB menunjukkan bahwa beberapa daerah di Sulawesi Utara, termasuk Manado dan Minahasa Selatan, berada di zona rawan likuifaksi.

“Di Sulawesi Utara ini ada peta yang saya ambil dari BNPB tentang zona likuifaksi yang dulu pernah terjadi di Palu dan ternyata di tempat kita juga mempunyai potensi likuifaksi,” kata Agus. Manado dan Amurang disebut sebagai daerah yang paling rentan.

Dampak Likuifaksi pada Struktur Tanah

Agus menjelaskan bahwa daerah pantai di Manado dan Minahasa Selatan sangat rentan terhadap likuifaksi yang dapat merusak struktur tanah secara parah.

“Rata-rata di zona yang merah-merah itu adalah pantai-pantai yang termasuk zona penekanan yang dapat mengalami likuifaksi secara merata dan struktur tanah menjadi rusak, parah hingga hancur,” jelasnya. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan signifikan pada bangunan di pinggir pantai.

Kewaspadaan Masyarakat

Agus menekankan pentingnya kewaspadaan masyarakat terhadap potensi likuifaksi ini.

“Kalau sudah begini, bangunan-bangunan yang ada di pinggir pantai, tanahnya bisa hancur seperti yang ada di Palu,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa masyarakat perlu waspada karena daerah ini memang rawan bencana. “Ini tidak menakut-nakuti, ini sebagai kewaspadaan kita,” kata Agus.

Aktivitas Tektonik di Cincin Pasifik

Lebih lanjut, Agus mengaitkan potensi likuifaksi ini dengan aktivitas tektonik di Cincin Pasifik.

“Kita termasuk di daerah cincin pasifik. Ring of firenya Pasifik ini adalah daerah yang punya lempeng tektonik yang aktif selalu bergerak sehingga di dalam cincin pasifik itu terjadi besar-besaran,” jelasnya.

Ia juga menyebut gempa di Jepang dan aktivitas vulkanik di Gunung Ruang sebagai contoh peristiwa dalam jalur tersebut.

Acara Diskusi dan Edukasi

Diskusi publik dengan tema “Menjaga Hutan Sulut dari Dampak Deforestasi” ini juga dihadiri oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jemmy Ringkuangan, Kepala BPBD Minahasa Utara Theodore V.

Lumingkewas, Koordinator Edukasi Program Selamatkan Yaki Purnama Nainggolan, dan Jurnalis Kolaborator Themmy Doaly dari ekuatorial.com. Acara ini juga menampilkan nonton bareng film dokumenter “Penjagal Hutan Kalimantan”, hasil investigasi kolaborasi enam media melalui The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) dan Depati Project di Hutan Borneo, Kalimantan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *